Sabtu, 19 November 2022

8. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

                                                                

TUGAS PANCASILA
UNIVERSITAS PELITA BANGSA PROGRAM STUDI BISNIS DIGITAL 
DOSEN PENGAMPU : ABDUL LATIF SE,.MM
  NAMA MAHASISAWA : FAHMI SYAEFULUMAM
NIM : 152210076

Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (lanjutan)

Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut:



Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber daya manusia).

Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilainilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional (national interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara, human resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur negara) yang melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat.


Hubungan Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan RI :


Proklamasi 17 Agustus 1945 bukanlah merupakan tujuan semata-mata, melainkan merupakan suatu sarana, isi, dan arti yang pada pokoknya memuat dua hal, sebagai berikut:

 

a. Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik pada dirinya sendiri maupun terhadap dunia luar;

b. Tindakan-tindakan yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan pernyataan kemerdekaan itu (Kaelan, 1993: 62)

 

 Setelah proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945, kemudian keesokan harinya, yaitu 18 Agustus 1945, disusun suatu naskah Undang-Undang Dasar yang didalamnya memuat Pembukaan. Di dalam Pembukaan UUD 1945 tepatnya pada alinea ke-3 terdapat pernyataan kemerdekaan yang dinyatakan oleh Indonesia, maka dapat ditentukan letak dan sifat hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:

 

a. Disebutkan kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian ketiga Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan;

b. Ditetapkannya Pembukaan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi bagian kedua Proklamasi;

c. Pembukaan hakikatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih rinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk negara Indonesia merdeka, berdaulat,        bersatu, adil, dan makmur dengan berdasarkan asas kerohanian Pancasila;

d. Dengan demikian, sifat hubungan antara Pembukaan dan Proklamasi, yaitu: memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada 17 Agustus 1945, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi     17 Agustus 1945, dan memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945 (Kaelan, 1993: 62-64).

 

 Notonagoro (1982:24-26) menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih ada dasardasar pokok bagi Undang- Undang Dasar, yang dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm). Lebih lanjut, Notonagoro menjelaskan bahwa secara ilmiah kaidah negara yang fundamental mengandung beberapa unsur mutlak, yang dapat dilihat dari dua segi. Pandangan Notonagoro tentang unsur mutlak tersebut secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut: 



 

Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

  1. Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan merupakan peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar. Implikasinya, semua peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-pasal dalam UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
  2. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnormmempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat diubah (Notonagoro, 1982: 25).
    Setelah Amandemen atau Perubahan ke-4 (dalam 2002), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal (lihat Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Hal ini berarti bahwa Penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi bagian dari ketentuan dalam UUD 1945. Meskipun Penjelasan UUD 1945 sudah bukan merupakan hukum positif, tetapi penjelasan yang bersifat normatif sudah dimuat dalam pasal-pasal UUD 1945. Selain itu, dalam tataran tertentu penjelasan UUD 1945 dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan bernegara bagi warga negara.

Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran Penjelasan UUD 1945 tersebut, merupakan penjelmaan dari Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Apabila disederhanakan, maka pola pemikiran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm.
  2. Pembukaan UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
  3. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD 1945.

Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NKRI 1945



Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan

    Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa konsep implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada berbagai bidang kehidupan negara. Sudah barang tentu konsep-konsep yang diuraikan berikut ini bukan merupakan konsep yang mutlak, melainkan merupakan konsep dasar sebagai bahan diskusi.

a. Bidang Politik

    Pernahkah Anda lihat rapat Rukun Warga di tempat tinggal Anda? Apa yang biasanya terjadi dalam rapat tersebut? Pasti Anda melihat sekumpulan orang atau beberapa orang yang berkumpul dan membicarakan masalah yang dihadapi daerahnya dengan musyawarah. Seperti itulah implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan politik terjadi di lingkungan tempat tinggal. Mereka merumuskan kebijakan bukan dengan suara terbanyak, melainkan saling memberi dan saling menerima argumen dari peserta musyawarah. Dengan demikian, kepentingan masyarakat secara keseluruhan akan lebih diutamakan dalam kebijakan yang dirumuskan.

Beberapa konsep dasar implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik, dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Sektor Suprastruktur Politik

Adapun yang dimaksud suprastruktur politik adalah semua lembaga-Lembaga pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah. Semua lembaga pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai batas kewenangan yang ditentukan dalam UUD dan peraturan perundang-undangan lainnya.

2) Sektor Masyarakat

Pada uraian terdahulu, telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan infrastruktur politik, yaitu lembaga-lembaga sosial politik, seperti oganisasi kemasyarakatan, partai politik, dan media massa. Dalam sistem politik, infrastruktur politik tersebut berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik dalam menghasilkan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan umum. Fungsi memberikan masukan tersebut mendorong infrastruktur berperan sebagai interest group dan/atau pressure group.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda