6. PERLUNYA KAJIAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
TUGAS PANCASILA
UNIVERSITAS PELITA BANGSA PROGRAM STUDI BISNIS DIGITAL
DOSEN PENGAMPU : ABDUL LATIF SE,.MM
NAMA MAHASISAWA : FAHMI SYAEFULUMAM
NIM : 152210076
PERLUNYA KAJIAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Setiap orang pasti bertanya-tanya, benarkah Pancasila itu diperlukan sebagai dasar negara? Apa buktinya jika Pancasila itu perlu dijadikan dasar negara Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita akan mulai dari analogi terlebih dahulu. Apakah kita mempunyai kendaraan? Apa yang harus Anda lakukan jika tidak ada jalan yang dapat dilalui? Ya, Pancasila seperti jalan aspal yang memberikan arah kemana kendaraan itu dapat dibawa tanpa ada kerusakan. Berbeda dengan jalan yang tidak diaspal, meskipun kendaraan dapat berjalan tetapi dalam waktu yang singkat kendaraan kita akan cepat rusak.
Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan dari aspirasi (citacita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16). Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman yang kokoh (Muzayin, 1992: 16). Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak adil dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi dan memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk semua tanpa ada perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
- Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara
A. Sumber Yuridis Pancasila Sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar
negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam
proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan
agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam
konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode
2009--2014, 2013: 89). Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana
terdapat pada pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998,
tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan MPR
tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak perlu
dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baikkarena bersifat einmalig (final),
telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009- 2014, 2013: 90).
B. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan
Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar
negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya
mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut
dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi
Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya
didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan
istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia (Bahar, Kusuma, dan Hudawaty,
1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128, 129). Dapat diumpamakan,
Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat gedung Republik Indonesia itu
didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47).
B. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
“Pembukaan UUD, karna memuat di dalamnya Pancasila sebagai
ideologi negara, bersama dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula
bagi politik negri seterusnya, dianggap sendi daripada hukum tata negara
indonesia. Undang-undang ialah pelaknsana daripada pokok itu dengan Pancasila
sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan perundang-undangan
negara, supaya terdapat indonesia seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur ( Hatta, 1977: 1 ; Lubis, 2006 : 332).”
Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar
negara, Pancasila sebagai dasar negara dibentuk setelah menyerap berbagai
pandangan yang berkembang secara demokratis dari para anggota BPUPKI dan PPKI
sebagai representasi bangsa Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi
MPR periode 2009--2014, 2013: 94).
C. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi
MPR periode 2009--2014, 2013) menguraikan pokok-pokok moralitas dan Haluan
kebangsaan-kenegaraan menurut alam Pancasila sebagai berikut Pertama,
nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas
(yang bersifat vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental
etika kehidupan bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi
dan mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan dapat memainkan
peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Sebagai negara yang
dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan, negara Indonesia
diharapkan dapat mengambil jarak yang sama, melindungi terhadap semua agama dan
keyakinan serta dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilainilai
agama.
Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam,
dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai
fundamental etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip
kebangsaan yang luas mengarah pada persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui
jalan eksternalisasi dan internalisasi.
Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan
pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang
lebih jauh. Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan
saja dapat mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam kebaruan komunitas
politik bersama, melainkan juga mampu memberi kemungkinan bagi keragaman
komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan kesejarahan
masing-masing. Dalam khazanah Indonesia, hal tersebut menyerupai perspektif
“etnosimbolis” yang memadukan antara perspektif “modernis” yang menekankan
unsur-unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan perspektif “primordialis” dan
“perenialis” yang melihat unsur lama dalam kebangsaan.
Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita
kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam prinsip musyawarahmufakat,
keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas atau kekuatan minoritas elit
politik dan pengusaha, tetapi dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan yang
memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa
pandang bulu.
Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda